Andhio, seorang petani dari Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu menceritakan, hama ulat muncul pada awal bulan lalu. “Saat itu semua daun di tepi sungai semuanya diserang ulat,” katanya Selasa (7/5).

Dia menjelaskan, para petani sudah berusaha membasmi hama tersebut. Namun biaya penyemprotan pestisida sangat besar, sehingga hanya sebagian kecil area saja yang bisa tertangani dan tidak efektif. Ujungnya petani membiarkan saja hama itu merajalela.

“Tanaman kratom yang berada di tepi sungai hampir semuanya saat ini diserang ulat. Jika dihitung luasnya sekitar puluhan ribu hektare,” ujarnya.

Menurut dia, normalnya dalam satu bulan para petani bisa dua kali panen. Namun saat ini mereka belum bisa panen sama sekali karena serangan hama ulat tersebut. “Kerugian kami bisa mencapai ratusan juta rupiah,” katanya.

Saat ini, petani hanya bisa melihat daun kratom dimakan ulat. Namun mereka memilih untuk mengabaikannya. Hal ini karena sekarang harga kratom sedang anjlok, sehingga tidak sebanding dengan biaya untuk penyemprotan.


“Kami kecewa dengan harga sekarang. Sebenarnya kalau harganya normal, para petani bisa mengatasi sendiri hama itu. Tetapi dengan harga sekarang, hasil panen biayanya tidak mampu menutupi biaya penyemprotan,” katanya.

Saat ini harga kratom yang sudah dalam bentuk basah hanya 4.000 per kilogram. Sedangkan remahan kering Rp19.000 per Kg. Menurut Andhio, dibanding masa normal pun angka tesebut sangat rendah, dimana dulu harga kratom menyentuh Rp40.000 per Kg.

“Satu kilogram kratom remahan itu merupakan penyusutan dari empat kilogram daun mentah. Belum lagi kami harus membayar upah untuk memanen dan menjemurnya. Jadi kami putuskan untuk stop dulu sementara,” ujarnya.


Menurut Andhio, anjloknya harga kratom juga disebakan adanya persaingan brutal di tingkat pengepul dan eksportir.

“Hari-hari ini banyak sekali orang dari luar negeri yang datang untuk melihat kratom di Kapuas Hulu. Mereka bekerja sama dengan orang lokal untuk membeli kratom dalam jumlah besar dan harga rendah,” ungkapnya.

Sementara itu, pelaku usaha ekspor kratom, Rudyzar Zaidar Mochtar mengatakan masalah hama kratom di perhuluan memang sudah menjadi isu dalam beberapa tahun terakhir yang mengakibatkan gagal panen dan kerugian bagi petani.

Menurutnya, perlu ada bantuan dari pemerintah untuk memberantas hama tersebut. Namun dia juga menyadari bahwa biaya untuk penyemprotan lahan yang mencakup area puluhan ribu hekatare sangan besar. “Biayanya tentu besar sekali. Apalagi hama ulat ini adalah siklus tahunan,” ucap dia.


Rudyzar lantas mengusulkan adanya iuran pajak ekspor kratom, sehingga pemerintah memiliki dana darurat untuk mengatasi hama kratom tersebut.


“Seperti di komoditas lain, misalnya kelapa sawit. Bila ada wabah hama di petani, pemerintah atau badan tertentu bisa segera memberikan bantuan. Itu karena ada sumbangsih pajak dari komoditas ini. Kalau di kratom kan belum,” sebutnya.
Rudyzar menyebut, pemerintah perlu segera mengeluarkan aturan tata niaga kratom. Apalagi harga kratom saat ini sedang anjlok, lantaran terjadinya persaingan yang membabi buta di kalangan eksportir.

“Bukan saja pengekspor lokal, banyak juga orang asing yang sudah masuk. Dulu orang Amerika, sekarang orang-orang India juga sudah mulai masuk ke Kalbar dan memperparah persaingan harga,” sebutnya.
Dia mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan untuk mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor. Harga di Amerika Serikat pernah hanya 3 dolar AS per kilogram, padahal dulu harga bisa mencapai 40 dolar AS per kilogram.

Dia berharap ada aturan yang mengatur hal ini, untuk melindungi petani dan pelaku usaha lokal di bidang kratom. Harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor, supaya tertib dan teratur. Pihaknya mendorong pemerintah untuk memberlakukan pajak untuk industri kratom, sebagaimana ekspor komoditas lain.

“Dengan adanya pajak ekspor ini maka akan meningkatkan income pemerintah. Dampaknya bagi para petani dan eksportir bisa meminta bantuan dari pemerintah bila terkena musibah hama seperti ini. Itu karena industri kratom punya kontribusi untuk negara,” katanya.

Dia menambahkan, agar harga beli kratom pada petani tidak terjun bebas, harus ada andil dari pemerintah. Salah satunya perlu ada verifikasi eksportir agar produk yang dihasilkan higienis.

“Karena dalam hal ini banyak yang bermain dalam menjatuhkan harga sehingga dia untung. Dampaknya petani yang dirugikan,” ungkapnya.

Pemerintah melalui instansi terkaitnya diharapkan bisa melakukan edukasi kepada petani agar produknya higienis sehingga harga jual produk kratom tetap tinggi dan petani menjadi sejahtera.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *