Pontianak (EK) – Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) adalah indikator yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran yang dikelola oleh satuan kerja di bawah Kementerian /Lembaga dalam suatu periode. Penilaian ini menghasilkan kategori nilai IKPA, yaitu Sangat Baik, Baik, Cukup, dan Kurang.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sekaligus introspeksi kepada para pengelola keuangan di tingkat satuan kerja. Hal ini sangat relevan, karena pengelolaan anggaran masih berada di triwulan I tahun anggaran 2024. Melalui tulisan ini, diharapkan para pengelola keuangan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelaksanaan anggarannya secara lebih baik.
Indikator IKPA
Perhitungan nilai IKPA dilakukan secara elektronik menggunakan aplikasi Online Monitoring – Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OM SPAN) yang dikelola Kementerian Keuangan, berdasarkan data transaksi keuangan di satuan kerja. Penilaian kinerja ini tidak lepas dari peranan pejabat pengelola keuangan tingkat satuan kerja dalam mengelola anggaran APBN yang telah tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), serta pertanggungjawaban pengelolaan tersebut kepada negara melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah.
Sejak tahun 2022, penilaian IKPA terdiri dari 8 indikator penilaian yaitu : revisi DIPA, deviasi halaman III DIPA, penyerapan anggaran, belanja kontraktual, penyelesaian tagihan, pengelolaan Uang Persediaan, Dispensasi Surat Perintah Membayar (SPM) dan Capaian Output.
Indikator revisi DIPA dihitung berdasarkan frekuensi revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai dokumen legal formal pelasanaan anggaran yang dikelola satuan kerja. Indikator deviasi Halaman III DIPA dihitung berdasarkan rasio ketidaktepatan antara Rencana Penarikan Dana (RPD) yang tercantum di Halaman III DIPA dengan realisasi yang ada. Indikator penyerapan anggaran dihitung berdasar rata-rata nilai penyerapan anggaran pada tiap triwulan. Indikator belanja kontraktual dihitung berdasar ketepatan waktu pendaftaran data kontrak ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), sebagai ujung tombak kantor vertikal Kementerian Keuangan di daerah.
Indikator penyelesaian tagihan dihitung berdasar rasio ketepatan waktu penyelesaian tagihan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM LS) dari satuan kerja. Indikator pengelolaan Uang Persediaan (UP) oleh Bendahara, dihitung berdasarkan ketepatan waktu pertanggungjawaban UP oleh bendahara satuan kerja. Indikator dispensasi SPM dihitung berdasarkan jumlah dispensasi penyampaian SPM yang biasanya terjadi pada akhir tahun anggaran. SPM yang diterbitkan satuan kerja seringkali terlambat disampaikan oleh satuan kerja ke KPPN dengan berbagai alasan. Kondisi ini tidak ideal, terutama pada akhir tahun anggaran sehingga perlu adanya teguran oleh KPPN melalui pemberian dispensasi SPM. Indikator capaian output dihitung berdasar nilai kinerja Rincian Output, yang diharapkan sebagai salah satu tolok ukur keoptimalan suatu output kegiatan yang memberikan nilai ekonomi atas uang yang telah dikelola.
Upaya Perbaikan
Bila dilihat dari hal diatas, dapat dirunut upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai IKPA. Analisa dilakukan secara empiris, dengan melihat unit analisis sebagai faktor utama, yang mengacu pada sistem tindakan yang dilakukan oleh satuan kerja. (Tellis WM, 1997).
Upaya peningkatan nilai indikator revisi DIPA, dilakukan dengan memperhatikan frekuensi revisi DIPA yang dilakukan tidak lebih dari 1 kali tiap triwulan. Indikator deviasi halaman III DIPA dilakukan dengan melaksanakan kegiatan dan pencairan dana secara disiplin, menjadikan RPD halaman III DIPA sebagai plafon pencairan dana setiap bulan, dan melakukan penyesuaian antara rencana dan realisasi anggaran. Pada indikator penyerapan anggaran, dilakukan dengan mengakselerasi belanja secara proporsional. Idealnya, prosentase penyerapan triwulan I sampai IV adalah 15%, 30%, 60% dan 90%. Pada indikator penyampaian data kontrak, dioptimalkan dengan pendaftaran data kontrak maksimal 5 hari kerja setelah kontrak ditandatangani.
Untuk indikator penyelesaian tagihan, diusahakan dengan mengajukan SPM Langsung paling lambat 17 Hari kerja setelah penyelesaian Berita Acara Serah Terima suatu pekerjaan. Pada indikator pengelolaan UP, dilakukan dengan mempertanggungjawabkan penggunaan UP (minimal 50%) paling lambat 1 bulan sejak penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh KPPN. Untuk indikator dispensasi SPM dilakukan dengan menyampaikan SPM tepat waktu, dan menghindari dispensasi akibat keterlambatan penyampaian SPM pada akhir tahun. Untuk indikator rincian output, dilakukan dengan pencapaian rincian output sesuai target, dan pengisian di SPAN segera setelah penyelesaian pekerjaan.
Keberhasilan pengelolaan keuangan APBN oleh satuan kerja tidak hanya melihat cepatnya penyerapan, namun juga dimulai dari kedisiplinan perencanaan, ketertiban eksekusi oleh satuan kerja, dan yang terpenting adanya unsur optimalisasi nilai ekonomi atas setiap rupiah yang dikelola satuan kerja.
Tanggung jawab pelaksanaan anggaran merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya Menteri Keuangan, namun juga tiap satuan kerja Kementerian/Lembaga. Melalui upaya yang disiplin, tertib dan cermat dalam pengelolaan keuangan, diharapkan akan tercapai nilai maksimal yang mencerminkan kualitas pengelolaan anggaran yang baik.
*Penulis : Arifin Setiyono ( saat ini bertugas sebagai : Kepala Seksi MSKI KPPN Pontianak, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov Kalimantan Barat, Kementerian Keuangan RI)